Mafia Tanah Di Duga Dilakukan Oknum Perangkat Desa Dan Kepala Desa

Berita216 Dilihat

Gresik, Mediabangsanews.comĀ || Investasi di Kabupaten Gresik khususnya wilayah selatan terus menunjukkan gairahnya. Seiring dengan itu, permintaan terhadap lahan kian meningkat, baik untuk kawasan pergudangan, industri, ataupun perumahan. Kondisi itu tak terkecuali terjadi di Desa Mojowuku, Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik.

Banyaknya kebutuhan lahan tersebut turut memicu munculnya berbagai problematika, salah satunya mafia tanah.

Seperti yang ada di desa Mojowuku, kecamatan Kedamean – Gresik.

Dari pantauan wartawan, ada delapan lahan milik petani diterbitkan sporadik nya tanpa sepengetahuan pemilik, dan atas nama juga tidak merasa menjual lahan tersebut.

Penertiban ke delapan Sporadik itu di duga di lakukan oleh oknum perangkat desa dan kepala desa Mojowuku. Pasalnya, hanya perangkat desa dan kepala desa yang bisa menerbitkan Sporadik walaupun tanpa sepengetahuan pemilik.

Awal permasalahan ini mencuat ke publik di karenakan RT yang mempunyai lahan dan akan di jual ke pengembang melalui perantara. Diantara perantara tersebut adalah SK, KA, dan SP. Tak di sangka, lahan yang atas nama petani bisa berubah menjadi nama orang lain meskipun lahan tersebut belum di jual atau tidak ada transaksi jual beli.

Baca Juga  Pakai Baju Baru, Satgas Yonif 512/QY Berbagi Kebahagiaan dengan Membagikan Pakaian Gratis untuk Masyarakat.

“Walaupun petani tidak menjual lahan mereka. Tapi SK sporadik nya keluar atas nama pembeli,” kata Rianto, Selasa 9 Juli 2024.

Tak hanya itu, masih menurut RT, dalam menjalankan aksinya, KA di duga bekerja sama dengan pihak desa Mojowuku. Dia (KA) tanpa seizinnya, berani memecah petok lahan miliknya yang semula dua petok menjadi sembilan bidang.

“Saya rasa ada kerjasama antara Anam dengan pihak desa, kalau Anam sendiri tidak mungkin bisa membuat Sporadik karena Anam bukan perangkat desa,” lanjutnya.

Rianto mengaku, memang dirinya pernah memberi surat kuasa kepada KA dan SK. Surat Kuasa tertanggal 31 Januari 2023 itu di tandatangani oleh RT dan SM (istrinya) selaku pihak ke satu, dan KA atau SK selaku pihak kedua untuk menjual tanah miliknya dan dalam perjanjian tidak menyebutkan memberi kuasa kepada KA ataupun S untuk membuat Sporadik. Namun tanpa sepengetahuannya, KA bisa merubah surat yang atas nama petani bisa menjadi nama orang lain.
“Dulu memang ada perjanjian untuk menjual, tapi tidak untuk pengurusan sporadik,” kata RT.

Baca Juga  BEM FH UWP Selenggarakan Seminar Kajian Hukum Dengan Tajuk 'Pagar Laut dari Sisi Kepemilikan Hak Atas Tanah'

Dikatakan , dalam surat kuasa menyebutkan jika pihak 1 dan pihak 2 sepakat menjual sebidang tanah milik Rianto dengan harga Rp 700 ribu /m2 dengan luas 1.920 m2 dan 863 m2 (dua petok 1 nama). Lahan milik Rianto tersebut dijual ke perusahaaan properti melalui perantara KS, SP, dan SK.

Dan setelah lahan terjual, RT akan memberikan fee kepada tiga orang tersebut atas hasil penjualan tanahnya. Yang membuat RT heran, saat dirinya memberikan fee, ke tiga perantara tidak mengakui. Padahal bukti transfer ada padanya, juga rekaman percakapan saat ke tiga perantara meminta fee.

“Fee sudah saya berikan dengan total nominal Rp 1,4 miliar. Bukti transfer dan kasbon milik tiga orang tersebut ada semua. Saya sudah capek. Khoirul Anam setiap minta uang fee, selalu ada kata-kata mengancam dan semua itu saya punya bukti percakapan dan rekamannya. Bahkan beberapa hari lalu, ada orang yang mengaku sebagai pengacara KA berinisial (M). Dia minta fee KA kepada saya,” kata Rianto, yang dikenal sebagai pengusaha kertas berlokasi di Jalan Lingsir, Desa Slempit, Kecamatan Kedamean, Kabupaten Gresik.

Baca Juga  Ayo Ikut Senam dan Joget Gemoy Bareng Pentolan Dewa 19 dan Bintang KDI

KA saat dihubungi wartawan memberikan keterangan terkait apa yang di tuduhkan RT. Menurutnya, petok yang semula dua mejadi sembilan bidang bukanlah dirinya yang melakukannya. Menurut Khoirul Anam, dirinya bukan perangkat desa yang bisa menambah atau mengurangi bidang tanah.

“Wong saya bukan perangkat kok. Terjadinya ganti nama di desa itu kesepakatan antara penjual dan pembeli. Ada kata sepakat, baru dibuat sporadik,” ungkap KA
Tapi kalau ada delapan lahan petani yang tidak dijual tetapi sudah terbit sporadik, dirinya siap bertanggungjawab kalau itu bukan perbuatannya.

“Kalau saya yang merekayasa, saya siap di panggil APH (aparat penegak hukum) jika saya yang melakukan,” kata KA.

Di tempat berbeda, Aji Prawiro selaku kepala desa Mojowuku memberikan keterangan, dia ingin mengetahui siapa nama petani yang namanya sudah di ganti. Dia (Aji) mengelak jika dirinya yang menerbitkan Sporadik dari nama petani menjadi nama orang lain.
“Saya ingin tahu dulu, siapa nama petaninya,” ucap Aji. Pada Rabu 17/082024

(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *