Telaga Citani Wotansari, Balongpanggang Tetap Saja Mati Suri Walau Sudah Tiga Kali di Resmikan.

Berita58 Dilihat

Gresik, Mediabangsanews.com

Program pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Gresik jadi sorotan publik. Sorotan tersebut mengarah ke Desa Wotansari, Kecamatan Balongpanggang, Kabupaten Gresik. Pasalnya Telaga Citani yang di gadang gadang menjadi ikon Desa Wotansari kini di resmikan untuk yang ke tiga kalinya.

Walaupun sudah dilakukan peresmian sebanyak tiga kali kondisinya tetap saja Kondisinya  terkesan mati suri. Dikarenakan kurangnya atau minimnya minat pengunjung

Peresmian yang ke tiga Telaga Citani Desa Wotansari di resmikan secara langaung oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Kadis PMD) Abu Hasan. Pada Minggu 2- November- 2025.

Dalam candaan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Kadis PMD) Abu Hasan dirinya (Abu Hasan Red) juga sangat heran mengapa bisa sampai harus tiga kali peresmian wisata desa wotansari, dalam nada bercanda ia mengatakan bahwa mungkin salah dalam mengambil hari atau lainya. Candanya

Baca Juga  Polres Lamongan Gelar Pengamanan Minggu Ceria di Alun Alun Lamongan

Lanjut Abu Hasan untuk peresmian pada hari ini bukanlah untuk wisatanya melainkan untuk icon Desanya

“Semoga pereamian ini menjadi peresmian yang terahir kalinya” Ucapnya mengakhiri

Di tempat yang sama Kepala Desa Wotansari Haryono mengklaim bahwa bantuan dana sebesar Rp100 juta yang diterima kali ini dirasa masih kurang untuk menghidupkan kembali Telaga Citani. Namun di sisi lain, masyarakat mempertanyakan transparansi dan efektivitas penggunaan anggaran yang telah diserap dalam peresmian-peresmian sebelumnya.

Lanjut Dikatakan Haryono Berulangnya peresmian tanpa disertai hasil yang signifikan justru menimbulkan kesan bahwa fokus program lebih berat pada seremoni, bukan pada substansi pemberdayaan. Jika hal ini terus berlanjut, dikhawatirkan desa wisata hanya akan menjadi proyek formalitas tanpa dampak ekonomi nyata bagi warga sekitar. katanya

Masih Haryono Menjelaskan Tantangan utama dalam pengembangan wisata desa bukan semata soal dana, tetapi pengelolaan dan strategi keberlanjutan. Tanpa tata kelola yang jelas, bahkan bantuan besar sekalipun akan sulit memberikan manfaat jangka panjang. Jelasnya

Baca Juga  Korupsi Riau Stadium 4: Jika Negara Masih Bungkam, Maka Keadilan Sudah Mati

Dia (Haryono Red) Melanjutkan Pemerintah desa bersama stakeholder terkait perlu meninjau ulang model pengelolaan Telaga Citani. Diperlukan pendekatan berbasis partisipasi masyarakat, dengan melibatkan kelompok pemuda, pelaku UMKM, hingga komunitas kreatif desa agar wisata benar-benar hidup dan menjadi sumber ekonomi baru.

“Telaga Citani kini menjadi simbol dari tantangan implementasi program desa wisata di tingkat lokal. Keindahan alam dan potensi air yang dimiliki seolah belum mampu diolah menjadi daya tarik berkelanjutan.”

Sebelum Mengakhiri Haryono Memanbahkan Perlu evaluasi menyeluruh  mulai dari perencanaan, penganggaran, hingga strategi promosi  agar Telaga Citani tidak sekadar menjadi “proyek peresmian berulang”, melainkan benar-benar menjadi ikon kebangkitan ekonomi desa Wotansari. Pungkasnya

Namun, di balik seremoni peresmian itu, muncul sejumlah pertanyaan mendasar dari masyarakat, mengapa wisata Telaga Citani harus diresmikan hingga tiga kali, sementara kondisi lapangan menunjukkan bahwa kawasan wisata ini justru mati suri? Masyarakat sendiri mengklaim bahwa wisata desa telaga Citani sangat sepi pengunjung, hanya ramai ketika ada event event tertentu seperti sedekah bumi atau acara seremonial belaka.

Baca Juga  Kasi Pidsus dan Kepala Kejari Bondowoso dikabarkan Kena OTT KPK

Telaga Citani sejatinya memiliki potensi besar sebagai destinasi wisata air yang mampu menggerakkan ekonomi lokal. Namun, potensi tersebut belum benar-benar terwujud. Meski sudah beberapa kali mendapat suntikan anggaran, aktivitas ekonomi di sekitar kawasan wisata justru menunjukkan tanda-tanda stagnasi.

Kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa para pedagang sudah menutup lapaknya, dan perputaran ekonomi di kawasan wisata nyaris tidak berjalan. Padahal, pengembangan desa wisata semestinya menjadi salah satu instrumen penting dalam mendorong kemandirian ekonomi masyarakat desa.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *