Diduga Skandal Perundungan Kembali Terjadi di MTs Ma’arif Pihak Sekolah Dinilai Lalai. Kini Korban Mengalami Trauma Berat.

Berita88 Dilihat

GresikMediabangsanews.com

Dunia pendidikan Gresik kembali tercoreng, diduga Seorang siswi MTs Ma’arif Sidomukti Kebomas , Gresik , berinisial (JN) 15 tahun), menjadi korban perundungan sistematis oleh 7 siswi yang berlangsung selama dua tahun terakhir tanpa penanganan serius dari pihak sekolah.

Korban yang kini duduk di kelas IX mengaku mengalami bullying sejak kelas VIII. Bentuknya tidak ringan: dari kata-kata kotor hingga ejekan body shaming yang merusak harga diri. Lebih mengejutkan lagi, kasus ini diketahui pihak sekolah namun tidak melibatkan orang tua korban dalam penyelesaian awalnya.

Dedi Susanto selaku paman dari korban, mengungkapkan kekecewaannya. Ia sempat berniat membawa kasus ini ke jalur hukum dan melaporkannya ke Polres Gresik.

Baca Juga  Ketua Umum PJI Apresiasi Kapolrestabes Surabaya Cepat Tanggap

“Apa gunanya sekolah kalau anak dibully bertahun-tahun dan tidak ada pencegahan serius? Ini bukan salah satu anak, ini kegagalan sistem,” tegas Dedi.

Kepala Sekolah MTs Ma’arif Sidomukti Lukman Hakim, membenarkan bahwa penyelesaian sebelumnya dilakukan tanpa melibatkan orang tua.Ia menyatakan pihaknya telah memediasi dan menandatangani surat pernyataan damai bermaterai dengan pelaku dan meminta agar tidak di proses secara hukum demi masa depan dari pelaku.

Namun kini publik mempertanyakan :Mengapa perundungan bisa berlangsung selama dua tahun tanpa intervensi efektif ? Apakah pengawasan sekolah sedemikian lemah? Dan mengapa orang tua tidak dilibatkan sejak awal?

Korban kini mengalami trauma berat. Ia enggan masuk sekolah dan menunjukkan gejala gangguan psikis. Ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan bahwa bullying bukan hanya persoalan individu, tetapi bukti nyata kelalaian institusi dalam menciptakan ruang aman bagi anak didik.

Baca Juga  Gak Bahaya Tah....! Sabung Ayam di Desa Kedungmaling, Sooko, Mojokerto Ternyata di Kelola Oleh Karang Taruna.

Meski pihak sekolah berjanji akan menindak tegas pelaku bullying ke depan, publik menuntut lebih dari sekadar janji. Diperlukan evaluasi menyeluruh atas sistem pengawasan, peran guru, hingga urgensi kehadiran konselor sekolah yang profesional.

Kasus ini seharusnya tidak ditutup dengan damai semata. Ada hak korban yang terabaikan, dan ada tanggung jawab sekolah yang tidak boleh dikesampingkan.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *