Gambar hanya ilustrasi
Gresik, Mediabangsanews.com
Ketegangan sosial merebak di Dusun Banyuurip, setelah pernyataan Ketua RT setempat, Hasan, memantik kemarahan warga. Insiden bermula ketika Hasan menyebut seorang warga bernama Jack Santoso sebagai “penyakit Dusun Banyuurip” di hadapan Kepala Dusun, Sulaiman. Pernyataan itu disampaikan saat Hasan berada di rumah Sulaiman, dan kebetulan Jack melintas di depan rumah.
Menurut saksi di lokasi, Hasan dengan nada tinggi berkata, “Itu Jack, penyakitnya Dusun Banyuurip!” Ucapan tersebut sontak menarik perhatian warga sekitar. Sulaiman, selaku Kepala Dusun, disebut-sebut mengangguk mengiyakan ucapan Hasan, seolah memberi pembenaran terhadap pernyataan yang berpotensi merusak nama baik warga yang disebut.
Analisis Hukum: Ucapan yang Berpotensi Jadi Delik Pidana
Secara hukum, pernyataan Hasan berpotensi kuat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) (jika ucapan disebarluaskan melalui media elektronik).
1. Pasal 310 Ayat (1) KUHP – Pencemaran Nama Baik
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduh dia melakukan sesuatu hal tertentu, dengan maksud yang nyata supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau denda paling banyak Rp4.500.000.
Dalam konteks ini, ucapan “penyakit Dusun Banyuurip” mengandung unsur penyerangan kehormatan karena menuduh seseorang membawa dampak buruk terhadap lingkungan sosial. Ucapan tersebut juga dilakukan di hadapan orang lain (Sulaiman), yang berarti memenuhi unsur diketahui umum.
2. Pasal 311 Ayat (1) KUHP – Fitnah
Jika yang melakukan pencemaran atau pencemaran tertulis diperbolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tetapi tidak dapat membuktikan dan tuduhan dilakukan dengan maksud supaya diketahui umum, maka diancam karena fitnah dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Apabila Hasan tidak dapat membuktikan tuduhan bahwa Jack memang “penyakit” masyarakat, maka ia bisa terjerat Pasal 311 KUHP yang hukumannya jauh lebih berat.
3. Pasal 335 Ayat (1) KUHP – Perbuatan Tidak Menyenangkan
Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp4.500.000.
Meskipun tidak ada kekerasan fisik, ucapan yang menjatuhkan martabat seseorang di depan publik dapat dianggap intimidatif secara sosial, memenuhi unsur perbuatan tidak menyenangkan.
Kasus ini tidak hanya menyentuh aspek hukum, tetapi juga stabilitas sosial di tingkat dusun. Sebagai Ketua RT, Hasan seharusnya menjadi figur pemersatu dan penengah dalam masyarakat. Namun pernyataan emosional tersebut justru memperlebar jurang sosial antara warga dan aparatur dusun.
Kepala Dusun Sulaiman pun berada dalam posisi dilematis. Sikapnya yang mengangguk saat ucapan itu dilontarkan bisa diinterpretasikan sebagai persetujuan pasif, sehingga berpotensi menimbulkan persepsi publik bahwa pemerintah dusun ikut mendukung ujaran yang merendahkan warga.
Dalam konteks etika pemerintahan desa, tindakan semacam ini dapat dinilai melanggar asas-asas pemerintahan yang baik, terutama asas kepatutan dan keadilan sosial sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Pernyataan Ketua RT Hasan yang menyebut Jack Santoso sebagai “penyakit Dusun Banyuurip” memenuhi unsur pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 KUHP, dan berpotensi meningkat menjadi fitnah berdasarkan Pasal 311 KUHP apabila tuduhannya tidak terbukti.
Jika proses hukum dilanjutkan, Hasan dapat dikenai ancaman pidana penjara hingga 4 tahun, serta sanksi sosial dan administratif dari lingkungan pemerintahan desa.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa setiap ucapan pejabat lingkungan, sekecil apa pun, memiliki konsekuensi hukum dan sosial yang berat, terutama ketika disampaikan di ruang publik dan disaksikan aparatur pemerintahan.
(Red)