Ucapan Oknum Kepala Desa di Nganjuk Diduga Langgar Aturan Negara dan Berpotensi Menyesatkan Kepala Desa Lain.

Berita125 Dilihat

Nganjuk, Mediabangsanews.com

Beredar sebuah rekaman vidio Kepala Desa Sukorejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Didalam rekaman yang beredar tersebut Sutrisno menyatakan bahwa hanya aparat penegak hukum yang berwenang mengawasi Kepala Desa.

Selain itu dalam rekaman tersebut Sutriano sang Kepala Desa Sukorejo, Loceret, Nganjuk juga meremehkan surat konfirmasi dan somasi dari LSM yang selama ini menjadi mekanisme resmi kontrol sosial.

Omongan Sutrisno yang mengatakan “kalau ada orang seperti itu ada yang minta angka- angka ngomong ke saya. Akan saya selesaikan dengan cara saya” dan saya akan tanggung jawab untuk sekitar Kebupaten Nganjuk Khususnya Kepala Desa se- Kabupaten Nganjuk. Jangan takut hubungi saya. Emang siapa dia.? Tidak ada dia kewenangan. Yang punya kewenangan hanya APH (Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Internal Kita ada Ispektorat itu pun masih sifat panggilan. Ada temuan ada panggilan.

Baca Juga  Polres Lamongan Gelar Bakti Religi di Masjid Al-Busroh dalam Rangka Hut Bhayangkara ke-78 Tahun 2024

“Kalau merka menyurati itu apa..? Aduh terlalu jauh” Ucap Sutrino yang beredar luas di Medsos

Secara tak langsung ucapan Sutrisno tersebut bersebrangan dengan Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 yang menegaskan hak masyarakat untuk mengawasi pengelolaan keuangan Desa.

Pasal 26 menyebut masyarakat berhak meminta klarifikasi atas penggunaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa.

Pasal 27 Menyatakan penghalang pengawasan publik dapat menjadi dasar laporan ke Inspektorat maupun aparat penegak hukum

Pasal 28 mewajibkan Kepala Desa menyediakan dokumen dan laporan untuk pengawasab masyarakat.

Kontradiksi semakin tajam ketika dibandingkan dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 82 ayat (1) menyebut masyarakat desa berhak memperoleh informasi dan melakukan pengawasan terhadap pembangunan desa, sementara Pasal 106 ayat (2) menegaskan kepala desa yang menghalangi hak tersebut dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana.

Baca Juga  Sinergi...!! PAC PP Balongpanggang dan Koti Pemuda Pancasila Bagikan Beras dan Keset.

Lebih jauh, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengatur pada Pasal 4 bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi publik. Pasal 52 menyebut pejabat yang menolak memberikan informasi publik dapat dipidana 2 tahun atau dikenai denda hingga Rp 500 juta.

Terlepas dari klaim Sutrisno mengenai adanya oknum yang meminta angka-angka dana desa, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk menghantam rata dan mengorbankan prinsip transparansi.

Negara melalui berbagai regulasi telah menegaskan bahwa masyarakat berhak bertanya, mengajukan klarifikasi, dan meminta informasi penggunaan dana desa. Hak tersebut dilindungi penuh oleh undang-undang, sehingga setiap upaya membatasi atau meremehkannya justru bertentangan dengan kerangka hukum yang berlaku.

Baca Juga  Diancam Hendak Dipotong Lehernya, Warga Glindah, Kedamean Lapor Polsek Kedamean

Dengan dasar hukum yang jelas, pernyataan Sutrisno bukan saja bertentangan dengan aturan, tetapi juga berpotensi menyesatkan kepala desa lain dalam memahami hak masyarakat, LSM, dan media untuk mengawasi pengelolaan dana desa. Regulasi yang ada menempatkan pengawasan publik sebagai bagian sah dari tata kelola desa, dan setiap upaya penghalangan berimplikasi langsung pada sanksi pidana maupun administratif.

Melihat dampak dari pernyataannya, sepertinya Sutrisno harus diberi kesempatan untuk belajar kembali mengenai transparansi dan peran serta masyarakat dalam pengawasan dana desa, agar tidak lagi melahirkan pernyataan yang berpotensi menyesatkan dan merugikan prinsip akuntabilitas publik.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *