Lamongan, Mediabangsanews.com
Pantas Aparat Penegak Hukum (APH) Diduga mengalami kesulitan dalam menindak para pelaku penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi baik Solar Subsidi (Bio Solar) Maupun pertalit. dugaan kesulitan tersebut dipicu oleh permainan rapi yang diduga kuat di lakukan oleh pengawas SPBU( Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.
menurut informasi Pengawas SPBU berlambung 54. 662. 28 di Japan Raya Mantup tepatnya Desa Puter, Kecamatan Kembangbahu, Kabupaten Lamongan berinisial Doni.
Dugaan tersebut mencuat setelah ditemukannya sebuah mobil yang terparkir di depan kantor SPBU. Mobil Sigra Warna Putih tersebut diketahui membawa banyak tong berisi Pertalite dan Solar. Saat dikonfirmasi, Doni mengakui bahwa mobil tersebut adalah miliknya. Ia juga mengaku menjual BBM bersubsidi tersebut di rumahnya dengan harga Rp10.500 per liter. Pada 08/05/2025
” Iya mas… Itu mobil saya, saya membeli BBM jenis Pertalite maupun solar dalam jumlah cukup banyak hanya untuk mencukupi kebutuhan masyarakat sekitar rumah saya” Ucap doni selalu pengawas SPBU 54.622.28 tersebut.
Didalam peraturan perundang-undangan jelas dilarang keras menjual kembali BBM yang disubsidi pemerintah dan tidak tanggung – tanggung, hukuman yang dijatuhkanpun juga cukup berat.
Aksi nekad yang dilakukan pengawas SPBU 54.622.28 mendapat kecaman serius dari Ketua DPP LSM GEMPAR (Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Swadaya Masyarakat Generasi Muda Peduli Aspirasi Masyarakat) Sebut Saja Bang Tyo mengatakan Bagaimana program pemerintan untuk menyalurkan BBM bersubsidi tepat sasaran itu lebih berhasil kalau pengawas SPBU nya sendiri menjadi pelangsir. Ucap Tyo Geram.
Lanjut dikatakan oleh Tyo itu merupakan pelanggaran berat dan bisa terancam sanksi kalau mengacu pada surat edaran menteri ESDM No 14.E/ HK. 03/ DJM/ 2021 kurang lebihnya isinya seperti ini distribusi BBM bersubsidi seperti Solar dan Pertalite harus mengikuti regulasi yang berlaku.
“Selain itu juga dapat dijerat Pasal 53-58 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.” Jelas Tyo
Tyo juga menambahkan penyimpanan dan penjualan BBM tanpa izin usaha juga melanggar Pasal 23 UU No. 22 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara dan denda hingga Rp30 miliar. Tambahnya
Masih Tyo Mendrsak agar APH segera melakukan penyelidikan dan segera menindak tegas karena hal tersebut sangat mengganggu program subsidi dari Pemerintah yang tepat sasaran. Desaknya sekaligus pungkasnya
(Tim)