Tiga Tersangka Dugaan Kasus Korupsi RPH- U Telah Resmi di Tahan Oleh Kejaksaan Negeri Lamongan

Berita17 Dilihat

LamonganMediabangsanews.com

Kejaksaan Negeri Lamongan menahan tiga orang tersangka terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPH-U) di daerah tersebut, demikian diumumkan pada Selasa (23/4).

Ketiga tersangka, masing-masing berinisial MW, SA, dan DMA, ditahan setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam tahap penyidikan. Penahanan dilakukan untuk mencegah para tersangka melarikan diri, mengulangi perbuatan pidana, atau menghilangkan barang bukti, kata Anton Wahyudi, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lamongan.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Secara alternatif, mereka juga dikenakan Pasal 3 undang-undang yang sama.

Baca Juga  Segenap Keluarga Besar SMA Negeri 1 Cerme Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1445 H/ 2024 M.

MW dan DMA kini ditahan di Lapas Kelas IIB Lamongan, sementara SA ditahan di Cabang Rumah Tahanan Negara Kelas I Surabaya, di bawah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. SA diketahui telah mengajukan permohonan sebagai justice collaborator sejak 13 Februari 2025.

Masa penahanan ketiga tersangka ditetapkan selama 20 hari, dari 23 April hingga 12 Mei 2025.

Dalam penyidikan, kejaksaan menyita 53 barang bukti, termasuk dokumen, telepon genggam, serta uang tunai senilai Rp88.193.997,65. Kerugian negara akibat perkara ini diperkirakan mencapai Rp331.616.854,00.

“Kami akan terus melanjutkan proses hingga persidangan. Tidak menutup kemungkinan adanya penambahan tersangka berdasarkan perkembangan persidangan,” ujar Anton.

Di sisi lain, kuasa hukum MW, Muhammad Ridlwan, menyatakan bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan terkesan dipaksakan.

Baca Juga  MPC PP Gresik Bareng PAC PP Cerme dan PAC PP Driyorejo Berikan Bantuan ke Warga Terdampak Banjir.

Ridlwan merujuk pada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan kerugian negara hanya sekitar Rp92 juta, yang telah dikembalikan pihak ketiga sesuai rekomendasi. Ia mempertanyakan penggunaan audit dari pihak lain sebagai dasar penetapan tersangka, mengingat menurut undang-undang hanya BPK yang berwenang menetapkan kerugian negara.

“Jika ada audit lain, hasilnya tetap harus dilaporkan dan disahkan BPK terlebih dahulu,” tegasnya.

Ridlwan menambahkan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan praperadilan untuk menguji keabsahan penetapan tersangka terhadap kliennya. Sidang praperadilan dijadwalkan berlangsung pada 30 April 2025.

Meski belum mengajukan permohonan penangguhan penahanan, pihaknya membuka kemungkinan untuk menempuh berbagai upaya hukum lain demi membela hak-hak kliennya.

Baca Juga  Polda Jatim Amankan Tersangka Penipuan dan Penggelapan Proyek Apartemen di Surabaya

(Tj/ Adi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *