Dugaan Penyimpangan Dana Desa di Desa Lengkong: Minimnya Transparansi dan Polemik Penggunaan Tanah Ganjaran untuk Bank Sampah

Berita592 Dilihat

MojokertoMediabangsanews.com

Penggunaan dana desa sebesar Rp700 juta lebih di Desa Lengkong, Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto, menjadi sorotan warga setempat. Anggaran tersebut dikabarkan digunakan untuk pembangunan bank sampah di atas tanah ganjaran, bekerja sama dengan BUMN dan PLN. Namun, hingga kini, bank sampah tersebut belum beroperasi, dan masyarakat masih menunggu serah terima dari pihak PLN. Dugaan minimnya transparansi dalam pengelolaan dana desa ini mengundang pertanyaan besar di tengah warga.

Warga juga menduga bahwa material konstruksi berupa besi WF yang digunakan dalam pembangunan bank sampah tersebut merupakan material bekas. Selain itu, direncanakan bahwa Tempat Pengolahan Akhir (TPA) dan bank sampah akan digabung dalam satu lokasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan hukum terkait sah atau tidaknya penggunaan tanah ganjaran untuk keperluan tersebut dan apakah proses pembangunan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Aturan Penggunaan Dana Desa

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendesa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021, dana desa harus digunakan untuk:

Baca Juga  400 Personil Gabungan Di Kerahkan Agar Pertandingan Liga 2 Gresik United vs Persekat Tegal Berjalan Aman dan Kondusif

1. Peningkatan kualitas hidup masyarakat: Melalui pembangunan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur lainnya.

2. Pemberdayaan masyarakat: Fokus pada pengembangan potensi lokal dan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan.

3. Transparansi dan akuntabilitas: Setiap pengelolaan dana desa wajib diinformasikan kepada publik.

 

Pembangunan bank sampah sejatinya bisa menjadi salah satu upaya mendukung lingkungan dan pemberdayaan ekonomi. Namun, minimnya transparansi, dugaan penggunaan material bekas, serta ketidaksesuaian waktu operasional dapat menjadi indikasi adanya pelanggaran prinsip pengelolaan dana desa.

Landasan Hukum Terkait Transparansi dan Penyalahgunaan Anggaran

Minimnya keterbukaan dalam penggunaan dana desa bisa melanggar Pasal 82 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mewajibkan pemerintah desa untuk menyampaikan informasi penggunaan dana desa kepada masyarakat.

Jika ditemukan indikasi penyalahgunaan, pelanggaran ini bisa dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta.”

Baca Juga  Satgas Yonif 512/QY Gelar Pengecekan Kesehatan dan Pemberian Vitamin Gratis kepada Siswa-Siswi di Wilayah Perbatasan

Selain itu, penggunaan tanah ganjaran untuk kepentingan bank sampah harus mengacu pada ketentuan pertanahan. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menegaskan bahwa tanah memiliki fungsi sosial dan penggunaannya harus sesuai peruntukannya. Jika penggunaan tanah ganjaran melanggar peruntukan, hal ini bisa menjadi masalah hukum.

Sorotan kepada Aparatur Desa

Minimnya kejelasan terkait kerja sama antara desa dengan BUMN dan PLN dalam proyek ini juga menjadi poin kritis. Keterlibatan pihak ketiga dalam pengelolaan dana desa wajib melalui mekanisme yang jelas, termasuk kontrak kerja sama yang dapat diakses oleh masyarakat.

Pemerintah desa diharapkan segera memberikan klarifikasi kepada masyarakat terkait:

Baca Juga  Warga Menjerit Program PTSL di Desa Sugihwaras, Kalitengah Pemohon PTSL Dipatok Dengan Harga Fantastis Rp.750.000

1. Rincian penggunaan dana desa senilai Rp700 juta lebih.

2. Status serah terima bank sampah dari PLN.

3. Legalitas penggunaan tanah ganjaran untuk keperluan bank sampah.

4. Penjelasan mengenai material bekas yang digunakan dalam proyek ini.

 

Pentingnya Pengawasan dan Partisipasi Masyarakat

Kasus ini menunjukkan perlunya pengawasan ketat terhadap pengelolaan dana desa. Masyarakat harus aktif berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penggunaan anggaran. Jika ditemukan dugaan pelanggaran, masyarakat dapat melaporkan kepada Inspektorat Kabupaten Mojokerto, Ombudsman RI, atau bahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Penutup

Penggunaan dana desa harus mencerminkan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat. Kasus di Desa Lengkong ini harus menjadi pembelajaran penting bagi aparatur desa untuk lebih berhati-hati dan terbuka dalam mengelola dana desa. Jika dugaan penyimpangan terbukti, pihak berwenang harus menindak tegas demi keadilan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap program pembangunan desa.

(Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *