Masyarakat Desa Sidokelar, Paciran Meminta Usut Tuntas Tanah Negara yang di Jual Belikan

Berita, Peristiwa138 Dilihat

Lamongan. Mediabangsanews.com || Keberadaan hutan mangrove yang keberadaannya di sekitar pesisir pantai wilayah Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan terancam mengalami kepunahan karena ulah oknum yang tidak bertanggung jawab.

Salah satunya kawasan Hutan Mangrove yang mengalami kepunahan tersebut berada di wilayah Desa Sidokelar, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan telah beralih fungsi menjadi lahan pembenihan udang.

Berdasarkan keterangan yang berhasil dihimpun oleh Tim Investigasi dari beberapa sumber, menemukan fakta bahwa tanah hutan mangrove yang merupakan kearifan lokal tersebut adalah milik negara di bawah wewenang Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Timur.

Tanah Negara (TN) yang awal mula adalah hutan mangrove tersebut dikuasai bahkan saat ini sudah bersertifikat dan hal tersebut membuat masyarakat Desa Sidokelar, Kecamatan Paciran merasa terzolimi.

Hal tersebut membuat para sesepuh serta tokoh- tokoh masyarakat Desa Sidokelar dan para saksi- saksi mulai angkat bicara.

Seperti ini Kronologinya..

Kronologi bermula sekira tahun 1998- 1999 warga bernama M. Hasan (Almarhum) berkeinginan mendirikan usaha pembenihan udang. Dengan menggunakan tanah Negara yang masih berupa hutan mangrove di Dusun Klanyar, Desa Sidokelar, Kecamatan Paciran.

Karena hutan mangrove tersebut akan dijadikan usah pembenihan udang dengan meminta izin Kepada Kepala Desa Sidokelar yang saat itu menjabat.

Namun izin itu di tolak oleh Kepala Desa dengan dalih sudah ada aturan bahwa tanah yang sudah ada ada hutan mangrove nya tidak boleh dipergunakan untuk usaha.

Kemudian pihak pemerintah Desa Sidokelar, meminta solusi kepada pihak Kecamatan Paciran akan tetapi camat sedang tidak ada dan ditemui oleh Sekcam Paciran Alm. Yasikan serta diberikan masukan bahwa usaha pembenihan udang diperbolehkan menggunakan tanah Negara yang tidak ditumbuhi mangrove dengan syarat hanya beberapa ratus meter saja

Karena Desa juga perlu pemasukan dan yang akan menggunakan usaha juga merupakan warga Desa Sidokelar sendiri, dengan ketentuan tanah tersebut tetap milik Desa. Ditentukan perjanjian bagi hasil antara M. Hasan Cs dengan Pemerintahan Desa Sidokelar. Beberapa persen untuk M. Hasan dan beberapa persen untuk Desa dan juga untuk  penanam saham salah satunya Maskuri dan Maskuri lah yang membawa bukti perjanjian asli antara kedua belah pihak (Pemerintah Desa Sidokelar dan M. Hasan)

Baca Juga  Masyarakat Desa Dooro Guyup Rukun Meriahkan Tradisi Sedekah Bumi Dengan Berbagai Acara

Menurut kesaksian dari tokoh masyarakat menceritakan kepada Tim Jurnalis “saat itu M. Hasan Cs diberikan kesempatan oleh kepala Desa dengan perjanjian atau kesepakatan yang isinya adalah tidak boleh memotong pohon mangrove yang telah lama tumbuh di wilayah tersebut. Lahan yang dijadikan pembenihan udang tidak boleh diperluas serta bagi hasil pembenihan udang tersebut dengan Desa (Retribusi) jadi M. Hasan Cs saat itu menerima kesepakatan Retribusi kepada Desa .” Ungkap Tokoh Masyarakat sekaligus saksi awal permasalahan Tanah Negara sebelum bersertifikat.

Pada masa kepemimpinan Kepala Desa Ahmad Jaelani priode Tahun 2007 hingga 2013 M. Hasan meninggal dunia, Usaha pembenihan udang dilanjutkan oleh Maskuri dan ditengah perjalanan ada saudara ipar Maskuri bernama M. Amin yang juga ikut menanam saham pada pembenihan udang tersebut.

Dengan berjalannya waktu Maskuri dan M. Amin berbeda pendapat, kemudian usaha pembenihan udang dilanjutkan oleh M. Amin dan pada saat itu lahan pembenihan udang masih dikelilingi hutan mangrove.

Berlanjut pada kepemimpinan Kepala Desa M. Imron Rosyadi pada periode 2013 hingga 2014 saat itu H. Ghufron masih menjabat sebagai kepala Dusun Klanyar, mendapat informasi dari Kepala Desa M. Imron Rosyadi bahwa tanah negara yang di pergunakan untuk usaha pembenihan udang tersebut sudah bersertifikat atas nama M. Amin

Ghufron bersam ketua BPD saat itu adalah Syapi’i mengonfirmasi kepala ATR/ BPN Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertahanan Nasional Kabupaten Lamongan. Saat itu ditemui oleh Sarmerin memang benar bahwa tanah negara di Desa Sidokelar diajukan oleh seseorang untuk di sertifikat kan atas nama M. Amin.

Lalu H. Ghufron menemui Thoyib (Orang Brondong) selaku kepala bagian tanah TN (Tanah Negara) meminta agar sertifikat tanah tersebut tidak diterbitkan, lantaran status tanah tersebut adalah tanah Negara dan ada hutan mangrovenya. Dan Thoyib pun menyanggupinya.

Baca Juga  Hakim Kabulkan Gugatan Wanprestasi, Warga Mlangi Merasa Keberatan Dengan Isi Putusan

Dengan berjalannya waktu H. Ghufron mendapat informasi bahwa sertifikat atas nama M. Amin tersebut sudah jadi. Serta dikonfirmasikan kepada Camat Paciran yang kala itu dijabat oleh Drs Fadheli Purwanto, M.M., dan membenarkan terkait sertifikat tersebut berada di Notaris sebagai jaminan atas hutang M. Imron Rosyadi (Mantan Kepala Desa Sidokelar).

Lantas BPD Sidokelar bersama warga mengadakan rapat dan mengundang M. Amin untuk diklarifikasi prihal sertifikat tanah TN (Tanah Negara) tersebut. M. Amin pun membenarkan dengan dalih penyelamatan aset Desa, dan berjanji akan mengembalikan sertifikat tersebut kepada Desa Sidokelar.

Sebagai informasi tambahan waktu itu sertifikat tanah TN (Tanah Negara)diajukan atas nama 3 Orang yakni M. Amin, Moh Saiful Bahri ( Kepala Desa Sidokelar saat ini) dan M. Irfan akan tetapi terealisasi hanya 1 sertifikat.

Kepala Desa M. Imron Rosyadi tersandung permasalahan penggelapan uang milik warganya, dan pemerintahan Desa Sidokelar berlanjut di kepemimpinan Moh. Saiful Bahri (Bakrun).

Ada salah satu penanam saham usaha pembenihan udang bernama Maimun memberikan informasi kepada H. Ghufron bahwa tanah TN (Tanah Negara) tersebut telah dijual kepada sebuah perusahaan tanpa diketahui siapa pembelinya. Dijual dengan harga Rp.4,5 Milyar dengan pembagian Rp.1 Milyar untuk M. Amin sebagai ganti rugi saham yang ia tanam di pembenihan udang. Kemudian Rp.1,5 milyar ditranfer ke kas Desa dan telah dikonfirmasi ke bendahara Desa Sidokelar dan yang Mentransfer uang ke kas Desa tersebut ialah Ahmad Rofiq. Kemudian Rp.1,1 Milyar dipakai untuk menebus sertifikat yang ada di Notaris, untuk uang sisa selebihnya belum diketahui kemana arahnya yang lebih tahu persis adalah mantan Camat Paciran Drs Fadheli Purwanto, M.M.,

Berjalannya waktu menginjak tahun 2023 hingga saat ini 2024 Tanah TN (Tanah Negara) yang masih dalam proses hukum tersebut tiba- tiba ada pembangunan, dan hutan mangrove yang berfungsi sebagai penahan arus air laut yang mengikis dataran pantai dan dengan kata lain tumbuhan mangrove mampu untuk menahan air laut agar tidak mengikis tanah di garis pantai sebagaimana fungsi tumbuhan yang lain. Mangrove juga memiliki fungsi sebagai penyerap gas karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2) dan hutan mangrove yang memiliki peran sebagai tempat hidup berbagai macam biota laut seperti ikan- ikan kecil untuk berlindung dan mencari makan, ditebang dan dirusak kemudian dilakukan pengurukan yang dikoordinir oleh ahmad Rofiq untuk mendirikan bangunan

Baca Juga  Terus Jalin Silaturahmi, Satgas Yonif 512/QY Sambangi Rumah-rumah Warga.

H. Ghufron Ketua BPD dan juga mantan Kepala Desa Ahmad Jaelani sudah pernah dimintai keterangan oleh Polres Lamongan juga inspektorat Kabupaten Lamongan pada tanggal 25 November 2022.

Pemanggilan tersebut guna meminta keterangan perihal uang senilai Rp.380 Juta untuk pembangunan akan tetapi tidak ada realisasi oleh BPD serta mantan Kepala Desa Jaelani yang saat itu masih menjabat.

Warga Desa Sidokelar pun menggelar rapat guna mengonfirmasi perihal sertifikat Tanah TN (Tanah Negara) tersebut, Akan tetapi Kepala Desa menjawab tidak mengetahuinya dan mengarahkan warga untuk meminta keterangan kepada M. Amin tidak memberikan keterangan apapun kepada warga, seakan sudah ada kong kali kong antara kepala Desa Sidokelar dengan M. Amin.

Di tempat terpisah Ketua Umum LSM Cakrawala Keadilan Hilal Ahmar saat di temui di kantornya yang beralamatkan di Desa Paciran RT 03, RW 07, Paciran, Lamongan dan saat di konfirmasi mengenai permasalahan di Desa Sidokelar mengatakan dengan tegas kami selaku masyarakat asli paciran sekaligus pemerhati lingkungan, akan mengawal permasalahan yang ada di Desa sidokelar ini hingga tuntas. Tegasnya

Hingga berita ini di tayangkan, warga Desa Sidokelar berharap agar tanah TN kembali ke Desa sebagai mana fungsinya, yakni sebagai hutan mangrove kearifan lokal, dan juga sebagai penahan pengikisan arus laut, agar keberlangsungan hidup warga Desa Sidokelar Kecamatan Paciran tetap terjaga. Pungkasnya

(TIM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *